Memasuki usia 20-an merupakan hal yang menyenangkan, mengingat kita mendapatkan kebebasan lebih untuk menentukan tujuan hidup. Akan tetapi, tidak dapat dipungkiri bahwa periode tersebut juga bisa menjadi periode yang meresahkan dan membingungkan bagi beberapa pihak. Transisi ke young adults bisa menjadi hal yang menarik dan mencemaskan di sisi lain. Periode yang biasa disebut dengan quarter-life ini melibatkan banyak pengambilan keputusan yang besar dan pengalaman baru. Membuat keputusan jangka panjang bisa menakutkan dan memicu emosi negatif yang kuat. Pada periode ini lah kita sering mempertanyakan eksistensi diri sendiri dan tujuan hidup, termasuk apa yang akan dilakukan dengan hidup ini selanjutnya. Sehingga, kemunculan krisis pada masa transisi menjadi young adults bukanlah hal yang dapat ditepis.
Quarter-life crisis (QLC) merupakan suatu istilah yang sudah tidak asing, utamanya bagi yang telah menapaki usia dekade kedua. Lantas apa itu fenomena QLC yang marak diperbincangkan oleh generasi milenial dan gen Z?
QLC adalah periode ketidakpastian, stres, dan pencarian jiwa yang intens yang dialami banyak anak muda saat mereka memulai babak baru dalam hidup. QLC terjadi ketika seseorang berusia 20-an atau 30-an mengalami stres dan kecemasan yang luar biasa mengenai transisi ke masa dewasa. Hal ini biasanya disertai dengan rasa takut membuat pilihan yang salah dan perasaan tertinggal karena merasa bahwa teman sebaya telah mengetahui jalan hidupnya selanjutnya. Pada umumnya, krisis ini terjadi pada masa transisi sebagai young adults yang baru memasuki “dunia nyata” setelah lulus dari perguruan tinggi. Ditandai dengan hadirnya perasaan tersesat entah dalam karier, kehidupan pribadi, atau komunitas. Krisis ini merupakan respons terhadap ketidakstabilan yang dihadapi, perubahan terus-menerus, terlalu banyak pilihan, dan rasa tidak berdaya akan hidup.
Adapun tanda-tanda QLC sebenarnya jauh lebih normal daripada yang disadari kebanyakan orang. Dilansir dari Quarterlife Center, berikut adalah beberapa tanda QLC.
1. Merasa bingung tentang apa yang harus dilakukan dengan hidup dan mencoba mencari tahu apa yang hilang.
Perasaan tanpa arah juga umum terjadi dalam QLC. Periode kehidupan ini dengan kebingungan, ketidakpastian, dan rasa "kemandekan". Perasaan hampa, seperti ada sesuatu yang hilang, kurangnya motivasi, dan kurangnya arah dalam hidup secara umum merupakan gejala dari QLC.
2. Mengalami kesulitan membuat keputusan dan merasa tidak berdaya ketika dihadapkan dengan pilihan.
Dalam pergolakan QLC, tekanan untuk membuat keputusan ironisnya dapat membuat lebih sulit untuk melakukannya, Kita mungkin mengeksplorasi banyak pilihan yang berbeda untuk apa yang akan dilakukan untuk bergerak maju dan mengalami analisis yang berlebihan atas pro dan kontra dari berbagai keputusan ini, Hingga pada akhirnya sampai di titik dimana kita justru tidak bergerak maju.
3. Kurangnya motivasi
Menunda keputusan besar, melakukan upaya minimal dalam pekerjaan atau kehidupan pribadi, dan secara umum kehilangan semangat untuk hidup adalah tanda-tanda QLC. Ada keinginan paradoks untuk dipercaya sebagai orang dewasa sementara pada saat yang sama, mendambakan tidak memiliki begitu banyak tanggung jawab.
4. Merasakan ketegangan antara memilih kehidupan yang penuh petualangan dan menetap.
You only live once. Term ini menjadi dorongan untuk menikmati hidup dan mengarah pada kehidupan yang penuh petualangan dengan mencoba hal-hal baru. Dengan kata lain, keluar dari zona nyaman. Di sisi lain, pilihan untuk menua seperti kebanyakan orang pada umumnya juga membuat dilema. Terlebih, keputusan seperti ini mayoritas merebak pada usia 20-an.
5. Munculnya kekhawatiran bahwa teman sebaya telah mengetahui tujuan dan jalan hidupnya serta munculnya perasaan tertinggal dari yang lain.
Saat membuka media sosial, beberapa teman sebaya mengunggah pencapaiannya. Ada yang kerja di perusahaan besar, menjalankan bisnis, menikah, dan/atau beragam pencapaian lainnya. Hal ini tanpa disadari dapat memantik rasa rendah diri ketika membandingkan diri dengan orang lain. Seraya dihantui oleh emosi negatif seperti perasaan takut tertinggal dan tidak bergerak maju ke depan.
Beberapa tanda dari QLC di atas merupakan hal yang dirasa lumrah bagi sebagian orang, terutama yang sedang dalam masa transisi. Setelah lulus dari perguruan tinggi misalnya, muncul tanda tanya besar di kepala mengenai apa yang akan dilakukan selanjutnya. Kerja, lanjut kuliah lagi, menikah, berwirausaha, atau pun pilihan-pilihan besar lainnya. Tak dapat dipungkiri bahwa pilihan yang diambil akan menentukan hidup kita hingga beberapa tahun ke depan. Oleh karena itu, kita cenderung takut dalam salah mengambil keputusan yang dapat mengantarkan kita ke jalan yang tidak diinginkan.
Di sisi lain, proses pencarian jati diri yang intens telah dimulai. Memilih tidak sesederhana itu. Di balik pilihan-pilihan besar tadi terdapat hal spesifik. Misal, jika memilih kerja, ingin kerja dimana dan sebagai apa? Belum lagi pertanyaan-pertanyaan seputar motivasi dalam melamar pekerjaan di bidang dan pekerjaan tersebut. Ini mengarah pada pertanyaan besar mengenai apa sebenarnya yang ingin dilakukan di hidup ini, apa yang ingin dicapai, dan sederet pertanyaan filosofis lainnya. Tanpa disadari, kita mulai mempertanyakan eksistensi hidup di dunia ini. Tentu, menemukan jawaban dari pertanyaan tersebut bukanlah hal yang mudah. Dibutuhkan waktu untuk berkontemplasi dengan diri sendiri, mencoba hal baru, refleksi diri, dan sebagainya. Pada periode pencarian jati diri ini lah kita sering merasa cemas akan pencapaian teman sebaya yang memantik perasaan takut tertinggal. Kita mulai berusaha menemukan jawabannya secepat mungkin, tanpa peduli bahwa semuanya butuh waktu untuk menemukan jawaban yang tepat. You define your own success and happiness.
Jika sedang mengalami QLC, jangan panik. Meskipun mungkin terasa stres dan cemas berlebihan, krisis adalah waktu yang tepat untuk mengevaluasi kembali hidup dan mulai membuat pilihan yang lebih baik. Alih-alih membuang waktu membandingkan diri sendiri dengan orang lain, habiskan waktu untuk mencari tahu apa yang berarti bagi diri sendiri, apa yang membuat termotivasi. Luangkan waktu untuk diri sendiri dengan menjauh dari kehidupan media sosial yang unrealistic. Gunakan kesempatan ini untuk mengenali diri sendiri lebih dalam dan menerima kelebihan serta kekurangan diri. Tentu, menemukan lingkungan yang tepat juga dapat membantu mengatasi QLC. Lingkungan yang suportif dan positif akan membantu dalam menjaga diri tetap berpikir positif. Sama seperti orang lain yang tengah dalam QLC, kita memiliki pilihan, untuk menyerah lebih dalam pada kondisi suram ini atau memanfaatkan tekanan sebagai kekuatan untuk perubahan. Power through it!
Penulis: Hasri Ainun
Editor: Febi Fidhiyanti
Referensi
7 Summit Pathways. (2021, Juli 14). What Is a Quarter-Life Crisis? Retrieved from 7 Summit Pathways: https://7summitpathways.com/blog/what-is-a-quarter-life-crisis/
Gulotta, J. (2021, Desember 2). Quarter Life Crisis: Signs, Causes, & How to Cope. Retrieved from Choosing Therapy: https://www.choosingtherapy.com/quarter-life-crisis/
O’Connor, C. G. (2016, Desember 2). The Quarterlife Crisis. Retrieved from Greenville Journal: https://greenvillejournal.com/community/quarterlife-crisis-yes-real-thing/
O’Connor, C. G. (n.d.). 5 Signs You’re Having A Quarterlife Crisis. Retrieved from Quarterlife center: https://quarterlifecenter.com/5-signs-youre-quarterlife-crisis/
Regan, S. (2022, Februari 17). Are You Going Through A Quarter-Life Crisis? What Experts Want You To Know. Retrieved from Mindbodygreen: https://www.mindbodygreen.com/articles/quarter-life-crisis
Vartanian, V. (n.d.). Powering Through Your Quarter-Life Crisis. Retrieved from The Muse: https://www.themuse.com/advice/powering-through-your-quarterlife-crisis
コメント