Penulis : Eti Rodiyana
Editor : Setyoningsih Subroto
Film Selesai karya Tompi merupakan sebuah karya yang mengangkat tema permasalahan dalam rumah tangga, yaitu perselingkuhan. Film ini diawali dengan adegan Ayu (Ariel Tatum) yang ingin bercerai dari Broto (Gading Marten). Keinginan tersebut tidak muncul secara tiba-tiba. Selama 2 tahun lamanya, Broto berselingkuh dengan Anya (Anya Geraldine). Namun, ketika Ayu hendak meninggalkan rumah, tiba-tiba ibunda Broto (Marini Soerjosoemarno) datang dan ingin menginap selama lockdown di masa pandemi. Sebenarnya sang bunda sudah mengetahui kondisi rumah tangga putranya melalui beberapa kejadian yang pernah ia saksikan. Sehingga memang ada misi khusus yang dibawa, yakni membantu menyelesaikan permasalahan antara Broto dan Ayu.
Sumber: zonabanten.pikiran-rakyat.com
Meskipun film ini bercerita tentang wanita, tetapi naskah film ini ditulis oleh penulis pria, Imam Darto. Sehingga unsur male gaze begitu dominan dalam setiap adegannya. Male gaze merupakan sudut pandang pria terhadap wanita yang direpresentasikan dalam suatu media, termasuk film. Pandangan ini menjelaskan bahwa wanita merupakan suatu objek pasif dan cara pandangnya ditunjukkan melalui camera movement. Bagian yang menarik adalah sebab di balik keputusan Broto untuk berselingkuh. Ayu berkeinginan untuk didengar dan bisa mengambil keputusannya sendiri, namun Broto tidak menyukai hal tersebut. Rasanya tidak masuk akal bukan? Hal ini membuat jalinan kisah yang ditampilkan sarat akan seksisme. Seolah wanita memiliki keterbatasan peran dalam rumah tangga dan harus patuh pada perintah suami. Sedangkan suami dianggap sebagai pihak yang lebih superior dan berhak memutuskan banyak hal sendiri. Bahkan Broto memilih untuk berselingkuh dengan Anya yang terkesan penurut untuk tetap mempertahankan dominasinya.
Dalam film ini, karakter Broto digambarkan sebagai sosok suami yang plin-plan, pelupa, dan tidak setia. Meskipun demikian, entah mengapa semakin lama alur cerita justru fokus pada pelemahan karakter Ayu. Bagian yang cukup kontras adalah ketika Ayu dituduh berselingkuh dengan Dimas (Farish Nadi), adik Broto. Hal ini tampak pada adegan Broto yang meminta salah seorang temannya, Anton (Ade Bilal) untuk mencari tahu tentang nomor telepon yang kerap berhubungan dengan Ayu. Berawal dari hal tersebut lalu Ayu semakin dipojokkan terkait perselingkuhannya dengan Dimas. Bahkan dalam satu adegan ditampilkan bahwa Broto tidak segan melakukan kekerasan fisik.
Ketika ibunda Broto meminta klarifikasi dari Dimas mengenai hubungannya dengan Ayu, isi pembicaraan mereka justru melenceng dari tujuan awal. Lagi-lagi Ayu yang menjadi bulan-bulanan dengan mengorek rentetan kesalahannya. Broto bahkan terlihat begitu berapi-api, seolah dirinya adalah sosok yang paling dirugikan atas pernikahannya dengan Ayu. Padahal dia sendiri menjalani perselingkuhan dengan Anya hingga 2 tahun. Tingkahnya ini benar-benar menjengkelkan, bukan? Selain itu, ibunda Broto terlihat gagal untuk berperan sebagai penengah dan justru ikut serta menguak kesalahan Ayu saja. Dimas pun hanya membela dirinya sendiri, sehingga dalam film ini begitu tampak bahwa Ayu yang menjadi sumber permasalahan dalam rumah tangganya.
Film ini sebenarnya cukup membingungkan. Di akhir cerita ditampilkan plot twist, yakni perselingkuhan Ayu ternyata hanyalah sebatas imajinasinya saja. Sebuah bentuk pelampiasan atas stres yang diakibatkan oleh perselingkuhan Broto dengan Anya. Ayu selalu merasa sendiri dan dia tetap berusaha untuk menjadi sosok menantu terbaik untuk ibunda Broto. Tuduhan Ayu tentang celana dalam Anya merupakan skenario yang dibuatnya untuk segera terlepas dari Broto dan menikah dengan Dimas. Kemudian di akhir cerita juga ditampilkan bahwa depresi yang diderita sosok Ayu kian memburuk, namun Ayu enggan mengkonsumsi obat yang diberikan. Seolah Ayu memilih untuk bertahan dengan kondisinya dan menghabiskan sisa hidupnya untuk mengenang Broto. Hal ini cukup membuat penonton bertanya-tanya tentang siapa sebenarnya sosok yang dicintai Ayu.
Film ini juga dibumbui dengan adegan yang rasanya tidak berkaitan dengan alur cerita dan kembali menampilkan sisi male gaze. Hal terlihat pada adegan Bambang (Imam Darto) yang melihat Ayu, lalu gairahnya tergugah dan menjadikannya sebagai objek fantasi dan melakukan masturbasi. Adegan ini mencerminkan voyeurism, yaitu sebuah kesenangan pribadi ketika melihat orang lain secara seksual. Hal ini sebenarnya bukan lagi hal yang baru. Dalam lingkungan masyarakat, wanita kerap kali menjadi objek dari voyeurism dan seolah-olah sudah terinternalisasi dalam masyarakat. Selain itu, jika lebih diperhatikan lagi, hal ini juga tercermin pada latar tempat yang digunakan. Seringkali ditampilkan lukisan-lukisan yang merepresentasikan wanita sebagai objek yang indah layaknya pajangan, untuk dilihat dan dinikmati keindahannya.
Secara keseluruhan, film ini begitu sarat akan objektifikasi perempuan. Sehingga konflik utama yang ingin disampaikan, yaitu tentang perselingkuhan dalam rumah tangga kurang tersampaikan dengan baik. Bagaimana menurutmu?
References:
Comments